Pages

Rabu, 17 Oktober 2018

Finally "officially" engaged

Di malam menjelang acara lamaran, saat kami hendak tidur, kakek memberi banyak wejangan kepada saya. Saat itu, saya, ibu, bapak dan kakek, tidur di satu kamar yang sama. Saya ingin segera beristirahat agar di acara besoknya bisa lebih segar, tapi tiba-tiba kakek memantik obrolan yang nampaknya cukup serius. Itu menjadi sesi ngobrol terlama dan terdekat selama hidup saya bersama kakek. Saya tak pernah melihat kakek seantusias itu sebelumnya. Ia begitu bersemangat dalam bercerita. Hingga tak sadar kami telah menghabiskan sekian jam hingga cukup larut malam. Beliau memberi wejangan dan masukan kepada saya khususnya untuk teknis penyampaian lamaran besok. Beliau nampaknya memang sudah punya template apa yang harus disampaikan oleh seorang lelaki yang hendak melamar perempuan. Kisi-kisi yang disampaikan beliau cukup jelas dan sederhana. Saya berusaha mengingatnya. Beliau sangat mewanti-wanti jangan sampai ada poin yang tertinggal. Selain tentang wejangan-wejangan, beliau juga menceritakan tentang kepercayaan beliau terhadap pemilihan tanggal pernikahan, dimana sebelumnya sempat ada perbedaan pendapat di antara kami. Saya dan ibu tetap pada posisi bahwa semua tanggal baik. Tawaran tanggal dari keluarga Tazkia 29 Desember 2018 kami kira tidak masalah. Hanya saja saat itu kakek sangat menentang tanggal tersebut, karena suatu hal tertentu. Malam itu beliau menceritakan apa kenapa beliau tidak setuju dengan tanggal tersebut.


Keluarga besar saya di Ngawi tumbuh dalam lingkungan jawa. Hampir semua acara pernikahan yang diselenggarakan oleh keluarga, pasti ada peran andil kakek dalam menentukan tanggal hari-H. Saat itu kakek masih berpegang pada apa yang selama ini dia yakini, sebuah adat jawa kuno beserta peraturan atau norma-norma yang tak boleh dilanggar.

Sedangkan anak-anak kakek seperti ibu dan om tante, memang sudah tidak mengamalkan adat itu. Hanya saja memang di banyak kesempatan mereka mengikuti saja keputusan kakek. Tidak dalam tataran percaya namun dalam rangka menghormati saja.

Sebenarnya kakek yang sekarang sudah tidak seperti kakek yang dulu. Sedikit demi sedikit kakek sudah mulai "berhijrah" menuju pemahaman islam yang baik dan benar. Kepercayaan tersebut memang banyak dipercayai oleh banyak generasi pendahulu jawa, bahkan saat ini pun juga masih banyak diterapkan di daerah kami. Seperti contoh, tanggal pernikahan diyakini harus sesuai dengan penanggalan jawa  tertentu yang membawa kebaikan atau keberuntungan bagi pasangan. Nah, saat itu pertimbangan kakek dalam pemilihan tanggal pernikahan kami adalah berdasarkan hitungan penanggalan jawa tersebut, yang menurut beliau kurang baik. Walaupun kakek sudah mulai meninggalkan sebagian besar kepercayaan itu, namun untuk beberapa hal beliau masih cukup keras.

Saya hanya mendengarkan beliau saja, sambil sesekali melontarkan candaan ringan yang menyangkal kepercayaan-kepercayaan yang menurut saya kurang relevan dalam kehidupan modern sekarang. Namun saya tetap menjaga adab dan sebisa mungkin pesan saya masuk secara halus kepada kakek, yang walaupun sampe akhir obrolan beliau masih tetap pada pendirian beliau.

***

Kami telah duduk di ruangan lamaran. Saat itu benar-benar hanya ada Abi, Ayah dari tazkia saja dideretan kursi keluarganya. Keluarga lainnya belum nampak sama sekali. Kamipun harus menunggu lagi. Saya merasakan kecanggungan kembali ditengah ruangan yang cukup senyap. Beberapa kali Abi memecah keheningan dengan beberapa kali pantikan obrolan. Namun beberapa harus terhenti setelah satu dua kali tanggapan. Setelah itu hening kembali.

Selama sekitar 20 menit, satu persatu keluarga Tazkia masuk dan mulai mengisi beberapa slot kursi yang disediakan, termasuk Umi, Ibu dari Tazkia. Disaat yang bersamaan suasana ruangan membaik. Kecanggungan itu mulai menghilang. Namun ternyata tidak seperti yang saya ekspektasikan sebelumnya. Saya kira akan ada banyak keluarga besar Tazkia yang datang, tapi nampaknya sampai acara dimulai, hanya keluarga inti dan om tante Tazkia yang turut hadir. Nenek Tazkia dari bogor yang rencananya menghadiri acara dari awal ternyata akan telat datang. Beberapa menit berselang, tampak acara akan dimulai oleh MC yang merupakan om dari Tazkia. Kami pun mengikuti.

Acara itu dimulai dengan tilawah Quran yang dibawakan oleh pihak laki-laki, yang tidak lain adalah saya sendiri. Sebelumnya memang saya diminta Umi untuk membawakan sesi tilawah Quran. Untung saja saya cukup familiar dengan peran itu saat di perkuliahan dulu, walaupun dari segi bacaan masih jauh dari baik. Tapi saya merasa senang bisa membacakan Quran di acara lamaran saya sendiri, dimana tak banyak yang punya kesempatan dan pengalaman seperti itu.

Setelah saya membacakan Quran, acara sambutan, perkenalan keluarga masing-masing, dan penyampaian dari ustadz perwakilan dari keluarga kami, tiba saatnya salah satu sesi utama dari acara ini. Yakni, penyampaian pinangan dari saya secara langsung.

Saat itu, walaupun malamnya telah diberi banyak kisi-kisi oleh kakek, nampaknya saya masih tetap punya bahan tersendiri tentang apa yang ingin saya sampaikan. Memang saya tak mengkonsep dan mencatat apa yang akan saya katakan saat sesi itu. Saya ingin improve saja sebagai pengantar inti dari penyampaian lamaran saya kepadanya. Saya memulai dengan kelakar tentang bagaimana kami datang dari jauh untuk tujuan di hari itu. Belum selesai berbicara, kakek yang berada di samping saya mulai berbisik kepada saya tentang poin penghasilan dan status saya yang masih menjadi pelajar, yang malam sebelumnya sebenarnya telah ia sampaikan kepada saya. Kemudian sayapun sampaikan tentang hal itu. Belum selesai pada poin selanjutnya, kakek saya kembali menginterupsi saya dengan berbisik kepada saya tentang poin selanjutnya yakni, penjelasan tentang background keluarga kami yang sederhana dan apa adanya. Sayapun langsung menurut dan menyampaikan poin itu secara eksplisit. Dan hingga poin terakhir pun yang saya sebenarnya juga akan menyampaikannya, kakek masih membisiki saya untuk menyampaikan inti dari lamaran itu. Lalu sampaikan inti pernyataan saya melamar Tazkia. Selama sesi penyampaian itu tidak jarang keluarga di dalam ruangan tertawa karena melihat gestur kakek yang terus saja membisiki saya. Dan saya pun juga tak kuat menahan tawa saat kakek berbisik.

Sesi tanggapan dari pihak Tazkia disampaikan langsung oleh Abi. Hingga tiba saat beliau berkata Tazkia dan keluarga menerima pinangan saya. Alhamdulillah, seketika saat itu saya merasa sangat bersyukur dan lega. Dengan itu satu jalan menuju jenjang pernikahan telah dilampaui dan bersiap untuk menyiapkan diri menjelang pernikahan. Penyampaian dari Abi dilanjutkan dengan nasehat-nasehat untuk kami dalam menyiapkan diri menuju pernikahan. Saya mendengarkan dengan seksama.

Kemudian acara berlanjut pada membicarakan hari-H pernikahan. Kami sampaikan bahwa dari pihak kami menawarkan usulan tanggal untuk digeser menjadi tanggal 30 Desember atas masukan kakek, walaupun sebelumnya bahkan kakek bersikeras untuk diajukan seminggu sebelumnya. Namun beliau masih bisa menerima jika pernikahan dilaksanakan tanggal 30, asal jangan 29 Desember. Saat itu kakek sendiri yang menyampaikan alasan beliau. Dengan bahasa Indonesia yang ternyata cukup lancar dan terlihat cukup menggebu-gebu (setelah sebelumnya kakek bilang ga akan bisa bicara bahasa Indonesia), kakek menyampaikan alasan-alasannya dengan perlahan tapi pasti. Akhirnya keluarga Tazkia bisa menerima dan mengupayakan acara di tanggal 30 Desember.

Acara ditutup dengan makan-makan dan sesi foto. Namun sayangnya, pada saat sesi makan-makan tidak ada momen berbincang santai antara dua keluarga. Kami yang mengharapkan saat itu ada sesi ramah tamah sambil makan, akhirnya tak kesampaian. Namun itu sama sekali tidak mengurangi kekhidmatan acara lamaran tersebut. Di akhir, kamipun berfoto bersama seluruh keluarga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar