Pages

Selasa, 31 Desember 2019

1st Year Anniversary: Yang aku suka dari istriku, biku, Tazkia

Dia manja,
Manjanya kadang udah kaya dedek.
Itu yang bikin kita bercandaan kaya anak-anak.


Dia penyayang,
sekali sayang, sayaaang banget.
Ga bisa lama2 jauhan sama suaminya.


Kerjaan rumah tangga jarang banget minta bantuan,
kecuali kalau udah bener2 kepepet.


Dia pinter masak.
Masakannya hampir selalu enak.


Dia bawel.
Suaminya kena bawelan kalo udah terlalu sering nglembur. Tapi aku yakin itu dia lakukan karena cinta.


Dia ibu yang baik buat anak kita nanti. Aku yakin.
Dia penyayang banget, walaupun kadang mungkin dalam beberapa hal dia ga sabaran.
Kalo ngomel pun, tetap itu masih dalam koridor sayang.


Senin, 30 September 2019

On our wedding day (1)


Bulan Juli tahun 2018 lalu, saya masih disibukkan dengan kegiatan perkuliahan dan riset. Namun siapa sangka, 5 bulan berselang, saya telah duduk di kursi pelaminan bersama seorang perempuan yang akan mendampingi sisa masa hidup saya.

Di hari itu, 30 Desember 2018, saya berikrar suci mengucap kalimat kabul menyambung akad dari Ayahnya dengan tangan yang saling berjabat. Itu menandai pertalian yang sangat kuat antara saya dengannya. Sebuah ikatan yang disebutkan dalam Al-qur'an sebagai "Mitsaqan Ghalizha", sebuah kata yang setara untuk menunjuk ikatan yang sangat kokoh. Bahkan di ayat qur'an ikatan itu disetarakan dengan ikatan perjuangan dakwah para nabi dan rasul.

Janji suci yang saya ikrarkan menandai dimulainya komitmen sakral yang bukan hanya antar manusia yang terlibat, tetapi juga Allah SWT. Sebuah janji menimbulkan konsekuensi lahir dan batin, dunia dan akhirat untuk menjalankan kewajiban saya sebagai suami dan memenuhi haknya sebagai istri.

Sungguh pertemuan ini sama sekali tak pernah saya duga sebelumnya. Seorang yang bahkan sebelumnya tak saya kenal sama sekali, kini akan menjadi pendampingi hidup saya. Proses demi proses saya jalani dengan cepat. Bak semuanya telah dimudahkan saja. Tahap demi tahap pun saya jalani. Hingga urusan-urusan yang tadinya saya pikir akan sulit, ternyata tidak. Seperti halnya saat harus bolak-balik Jepang-Indonesia untuk menjalani tunangan dan pernikahan. Itu semua saya jalani dengan baik dengan izin Allah, melalui jalan kemudahan yang dibentangkan oleh-Nya di depan saya. Hingga sejak saat itu, saya telah resmi menggandeng seorang anak perempuan dan membawanya terbang ke negeri Sakura.

Senin, 05 Agustus 2019

Kurma dan Seribu Istigfar! Alhamdulillah Allah Amanahkan untuk Kami Kehadirannya

5 Juli 2019

Hari ini merupakan kunjungan ketiga kalinya ke dokter kandungan di klinik koga. Yang pertama, saat aku dan suami berkonsultasi dengan dokter mengenai keinginan kami memiliki anak dan dengan kendala periode haidku yang tidak beraturan. Saat itu dokter menyarankan untuk membeli termometer BBT untuk mengukur suhu tubuh basalku setiap pagi sebelum bangun dari tempat tidur. Dokter pun memeriksa kondisi rahim dan hormon dariku. Minggu depannya kami diminta kembali lagi ke dokter. Pada kunjungan kedua, dokter memeriksa hasil grafik dari suhu basalku yang belum ada tanda-tanda ovulasi. Beliau pun menjelaskan hasil cek darah dan hormon dari pemeriksaan sebelumnya. Semuanya normal. Tetapi dokter bilang bahwa jika kedepannya didalam grafik tidak terjadi ovulasi, ada kemungkinan aku terkena PCOS. Aku dan suami sempat khawatir dan segera browsing di internet untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi mengenai PCOS ini.

Jumat, 21 Juni 2019

Sepi dan Sendiri


Hari ini usia pernikahan kami memasuki hampir 6 bulan (8 hari lagi). Dan sudah 3 bulan lebih aku tinggal di Sendai bersama suami setelah sebelumnya aku harus pulang ke Indonesia karena permasalahan visa dan CoE. 3 bulan terakhir ini aku melalui hari-hari yang bisa dibilang berat. Beberapa kali aku merasa putus asa. Sehari-hari di rumah lebih banyak waktu sendiri karena suami harus pergi ke kampus. Di rumah yang sepi. Tak ada teman bicara dan tak ada aktivitas yang signifikan membuat aku melupakan jikalau aku sedang sendiri. Kegiatanku hanya memasak, mencuci piring, bersih-bersih rumah dan sebagainya. Kegiatan bertemu dengan orang banyak (orang-orang Indonesia yang tinggal di Sendai) pada saat weekend dan itupun jika ada agenda acara pertemuan. Acara yang diisi dengan sekedar mengobrol-ngobrol santai dan makan bersama. Di sini kebanyakan orang Indonesia nya berstatus sebagai mahasiswa. Dan hanya hitungan jari saja yang berstatus sebagai ibu rumah tangga sepertiku. Sesekali kami, ibu-ibu yang berkegiatan di rumah saja, mengadakan kegiatan masak bersama yang dapat mengisi kekosongan aktivitas keseharian kami. Tapi hampir semua ibu-ibu rumah tangga di sini sudah memiliki anak. Setidaknya ada yang menemani mereka. Sedangkan aku masih sendiri. 

Rabu, 27 Maret 2019

Being A New Wife in New Country, Japan

15 Januari 2019

Hari ini adalah hari pertama aku menginjakkan kaki di Jepang. Aku akan tinggal di sini untuk waktu yang sangat lama bersama suami hingga suami menyelesaikan studi S3nya. Jauh sebelum aku menikah dengannya, aku memiliki impian. Aku menginginkan agar aku dapat tinggal di negara orang bersama dengan suami dan anak-anakku. Membayangkan betapa indah dan bahagia dapat tinggal di negara maju, membesarkan anak dengan berbagai macam fasilitas yang terjamin dan menaruh harapan besar agar anak dapat berkembang jauh lebih pesat dibanding jika dibesarkan di Indonesia. Aku tak menyangka jika impianku benar dikabulkan Allah. Aku menikah dengan orang yang sedang studi master di Jepang.

Kembali Pulang!

Tinggal beberapa hari lagi menuju hari kepulanganku kembali ke Sendai, Jepang. Hanya tinggal menunggu visa yang dijanjikan selesai besok. Sudah hampir satu bulan aku tidak bersama dengan suamiku tercinta. Di awal-awal waktu aku berpisah dengannya sunggu sangat berat. Aku selalu terbayang akan kehadirannya bahkan tak segan air matapun jatuh membasahi pipiku. Komunikasi kami tak pernah putus melalui chat dan video call. Tetapi tetap saja terasa berbeda tanpa kehadirannya. Aku harus mencoba terbiasa, tetap menjalani aktivitas agar kesedihan ini tak begitu larut hingga aku bertemu lagi dengannya.

18 Februari 2019
Aku kembali masuk kantor. Padahal 11 Januari kemarin aku sudah pamit pada teman-teman kantorku dan mereka pun sudah mengadakan farewell untukku. Rencana awal saat aku akan tinggal di Jepang, aku akan bekerja remote dari tanggal 14 Januari hingga aku resign tanggal 28 Februari. Ya bekerja remote di Jepang. Karena aku akan pergi hingga hari aku resign, teman-teman kantorku mengadakan farewell tanggal 11 Januarinya. Pun aku sudah pamit ke teman-teman ku yang lain.

Rabu, 20 Maret 2019

Surat itu Tak Kunjung Datang

Dokumen sakti yang kami tunggu selama hampir 3 minggu terakhir ini akhirnya tak datang hingga hari ini tiba, 14 Februari 2019. Dokumen yang dengannya tazkia istri saya bisa tinggal di sendai bersama saya belum juga dikeluarkan oleh pihak imigrasi di Sendai setelah kami mengajukannya 25 Januari lalu.

Hari ini pilihan telah kami ambil. Kami harus berbesar hati dan bersyukur untuk berpisah selama beberapa minggu kedepan hingga dokumen Certificate of Eligibility (CoE) itu rampung. Setelah penantian yang cukup mendebarkan berhari-hari kemarin, akhirnya hari ini istri harus pulang ke indonesia terlebih dahulu karena izin tinggal visa kunjungannya berakhir.

Cerita ini diawali oleh keputusan kami untuk langsung berangkat bersama setelah dua minggu pernikahan di akhir desember 2018 lalu. Saat itu ada beberapa pilihan untuk membawa istri saya untuk tinggal bersama di jepang. Pilihan pertama adalah kami berangkat bersama dan yang kedua adalah istri menyusul setelah saya terlebih dahulu kembali ke jepang. Pilihan untuk berangkat bersama atau tidaknya ke jepang, saat itu sangat mempengaruhi jalur legal mana yang kita tempuh. Sebagai informasi, kita bisa mengundang keluarga atau kerabat untuk berkunjung atau tinggal di jepang dalam jangka waktu tertentu atas jaminan kita yang sudah tinggal di Jepang. Singkatnya ada dua cara, pertama mengundang mereka dengan menggunakan visa kunjungan "Temporary Visitor” (untuk jangka waktu pendek < 3 bulan), dan kedua mengajukan permohonan izin tinggal dalam jangka waktu yang lebih lama (>3 bulan) melalui dokumen CoE. Untuk visa kunjungan kita bisa mengajukannya relatif mudah di kantor kedubes, konsulat atau Visa Consultant VSF Global di Jakarta, sedangkan untuk izin tinggal dengan CoE dalam hal ini dengan status "dependent" kita perlu mengajukan aplikasi terlebih dahulu, kemudian menggunakan CoE tersebut untuk mengajukan Visa khusus (jika ingin lebih tahu apa itu CoE "dependent" bisa dilihat di sini). Untuk CoE ini normalnya pengajuannya harus dilakukan di kantor Imigrasi pusat Jepang atau cabang daerah, sehingga CoE harus dikirim ke Indonesia terlebih dahulu untuk kemudian bisa digunakan. Pengajuan CoE ini memakan beberapa waktu, tertulis di website itu membutuhkan waktu 1 hingga 3 bulan.  Info lebih lanjut tentang dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan CoE Jepang bisa di lihat di sini.

Rabu, 20 Februari 2019

Drama Terberat : Terpisah Jarak Sementara Waktu

13 Februari 2019

COE yang menjadi syarat administratif bagi warga asing untuk tinggal menetap di Jepang dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, masih belum di tangan. Sementara visa wisata ku sudah habis masa berlakunya esok hari. Sehingga aku harus bersiap-siap pulang malam ini meninggalkan kota Sendai. Kota yang selama 1 bulan ini aku tempati bersama suamiku tersayang. Pun aku harus berpisah bersama suamiku untuk sementara waktu. Sejak aku tahu bahwa kejadian ini akan terjadi padaku, aku tak dapat menahan tangis. Dan sore ini pun tangisku kembali pecah. Menangis dalam pelukan suamiku.

Usia pernikahan kami baru menginjak 1.5 bulan. Kami selalu bersama-sama hingga hari ini. Tetapi untuk beberapa hari kedepan, aku dan suami harus terpisah. Aku di Bekasi dan suami di Sendai, Jepang. Semula aku tak dapat menerima kenyataan pahit yang akan terjadi padaku. Aku kesal. Tangis tiada hentinya menolak apa yang akan aku lalui.