Aku pernah membaca sebuah tulisan di blog orang yang bercerita tentang kisah orang sholeh zaman dulu yang menikah bukan atas dasar cinta. Tetapi karena Allah. Dan cinta itu mulai tumbuh seiring dengan berjalannya waktu setelah pernikahan. Masha Allah!
Setelah berminggu minggu berlalu sejak bertukar CV aku penasaran akan satu hal. Aku penasaran dan menantikan kehadiran cinta itu. Apakah memang benar takdirnya cinta datang setelah pernikahan? Karena selama ini aku menerima semua proses ini hanya berdasar pada rasa yakin saja. Namun tiba-tiba rasa gila ketakutan membayang-bayangi ku. Bagaimana mungkin akan menikah tapi tidak cinta? Maksudku mungkin belum. Aku kembali bercerita pada Fulanah. Pun diiringi tangis yang tak tertahan karena emosi yang meluap-luap. Rasanya proses ini sangat penuh dengan drama. Aku kembali menegaskan pada Fulanah bahwa aku termasuk orang yang introvert. Susah cari teman nyaman. Maksudku perlu 'waktu yang cukup lama' bagiku agar kenyamanan itu hadir. Teman saja susah. Bagaimana mungkin aku bisa bersama dengan seseorang yang baru aku kenal di sisa hidupku? Fulanah memberikan beberapa penawaran untuk dapat mewadahi agar aku dapat mengenal dan merasa nyaman dengannya. Hingga jatuhlah pada pilihan dibuatkannya grup whatsapp antara aku dan dia. Juga Fulanah. Kami membicarakan banyak hal. Dari yang ringan hingga agak serius. Bercerita tentang keseharianku dan kesehariannya, rencana pernikahan yang seperti apa, rencana masa depanku, dan lain-lain. Namun tetap aku masih belum mendapati kehadiran cinta itu. Aku masih menganggapnya sebagai teman saja.
Ada kejadian yang menggelitik dari adikku yang paling bungsu. Shabrina. Pernah suatu hari adikku bertanya padaku. Shabrina bertanya tentang bagaimana perasaanku padanya. Apakah aku sudah cinta padanya? Sontak pertanyaan ini membuat anggota keluargaku yang lain, umi dan adik-adikku yang lain, tergelitik. Sejauh itu yang dipikirkan adik bungsuku. Shabrina seperti lebih cepat dewasa dalam pemikirannya dibanding usianya. Mungkin karena bergaul dengan kakak-kakaknya yang usianya terpaut jauh.
Tak berselang tiap aku pulang ke rumah (aku pulang ke rumah tiap weekend), Shabrina kembali mengulangi pertanyaannya. Aku kembali menjawab belum. Masih seperti teman biasa.
Hingga pertengahan September jawaban itu masih tetap sama. Aku tetap masih penasaran kapan datangnya cinta itu. Mungkin jangan ditunggu. Agar tak terasa.
Grup whatsapp masih tetap aktif berdiskusi atau bercerita apapun. Hingga suatu saat Fulanah menegur kami agar tidak terlalu dekat. Sejak saat itu grup whatsapp tidak pernah ada obrolan apapun. Dan saat itu pula mungkin jawaban itu telah berganti. Seperti yang selama ini aku tunggu.
Ditulis oleh Tazkia Izzati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar