Pages

Selasa, 16 Oktober 2018

Melamar

Jumat, 5 Oktober 2018 saya telah menginjakkan kaki di Jakarta setelah sebelumnya mantap dengan keputusan untuk pulang dan melamar Tazkia. Hari pertama kedatangan, saya langsung menuju ke rumahnya dan menemui kedua orang tuanya untuk pertama kali sejak kami saling berkenalan beberapa minggu sebelumnya melalui skype. Dari obrolan singkat sore itu, sedikit demi sedikit kedekatan komunikasi antara kami mulai terbangun. Bagaimana tidak, sebelumnya kami hanya bisa berkomunikasi melalui whatsapp dan email, karena memang kami berkomitmen berusaha untuk menjaga interaksi satu sama lain. Itupun dengan pengawasan dari keluarga dan kedua orangtuanya.



Dua hari berikutnya setelah kedatangan, telah dijadwalkan acara lamaran atau khitbah antara kami dan kedua pihak keluarga. H-1 sebelum lamaran, Ibu, Bapak, dan kakek tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan darat menggunakan kereta api dari Ngawi Jawa Timur selama kurang lebih 11 jam. Disaat itu pula saya baru bertemu mereka, setelah sekitar 1 tahun yang lalu. Momen lamaran itulah yang membuat saya berkesempatan pulang untuk bertemu keluarga Ibu Bapak dan keluarga. Sungguh bahagia tentunya bisa bertemu mereka lagi. Pada petang hari, saya dan om yang kebetulan berdomisili di Jakarta menjemput mereka di stasiun Jatinegara dan melanjutkan perjalanan untuk numpang menginap sekaligus di rumah beliau.


Malamnya, kami cukup sibuk dengan mempersiapkan seserahan untuk dibawa untuk keesokan harinya. Kebetulan kami menyiapkan beberapa bawaan seperti kue-kue dan parsel buah-buahan yang pemesannya dibantu oleh tante. Dan saya sendiri juga membawa satu hadiah yang saya bawa langsung dari jepang, yakni sebuah sepatu sniker berwarna biru, yang katanya merupakan warna kesukaannya. Saya sangat antusias untuk menyiapkan itu.

Untuk acara lamaran nanti, kami sudah sepakat untuk tidak saling bertukar cincin. Setelah beberapa waktu sebelumnya diskusi, kami lebih memilih untuk hanya bertukar cincin saat setelah akad nikah nanti saja. Sebagai pengganti hadiah (walaupun tidak se"mewah" cincin) saya telah berencana untuk membawakan buket bunga yang sebelumnya telah saya pesankan pada salah seorang teman saya.

Akhirnya besok pun tiba. Paginya kami bersiap dengan segala bawaan dan pakaian yang akan kita kenakan. Kebetulan acara lamarannya sendiri akan diselenggarakan pada sore hari pukul 4 sore. Namun kita saat itu berencana untuk berangkat sekitar jam 2 agar tidak telah sampai di lokasi. Kebetulan jarak dari rumah Om dan lokasi lamaran lumayan jauh.

Saya sendiri, bersiap sewajarnya. Dengan pakaian yang sebelumnya bahan kainnya telah disiapkan oleh Tazkia dan kemudian dikirim ke Ngawi untuk dijahitkan oleh Ibu, saya bersiap-siap berusaha menjadi lebih rapi. Saya bersyukur baju yang sebelumnya dijahit tanpa adanya ukur mengukur badan saya secara langsung karena saat itu saya masih di Jepang, bisa pas di badan saya yang cukup langsing ini, walaupun sedikit (agak) kepanjangan. Saat itu ibu bersikeras untuk menambah panjang dari ukuran yang saya berikan. Memang ibu seperti itu, katanya lebih baik terlalu besar atau panjang daripada kekecilan. Saya sering berdebat dengan ibu masalah itu, namun jika dipikir-pikir secara bijak pertimbangan ibu ada benarnya juga. Anyway, saya dan keluarga saat itu sudah siap dengan diri masing-masing dan barang-barang bawaan.

Saat itu kami serombongan ada dua mobil, kurang lebih sekitar 11-15 orang termasuk anak-anak. Sebuah jumlah yang saya tak pernah berpikiran akan sebanyak itu. Om dan tante sangat antusias membantu kami untuk memikirkan siapa nanti yang akan membawakan seserahan, karena memang akhirnya seserahan yang kami bawa jumlahnya juga cukup banyak. Alhasil, mereka mengundang beberapa tetangga mereka dan kerabat untuk turut mengiring rombongan kami.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit yang ternyata tak selama yang saya kira, akhirnya kami sampai di lokasi lamaran, sebuah restoran yang terletak di daerah Kranji Bekasi Barat. Terkait tempat lokasi, sebenarnya dari keluarga kami sangat menginginkan untuk lokasi bertempat di rumah orang tua Tazkia saja. Namun dari pihaknya akhirnya memutuskan untuk bertempat di restoran saja atas pertimbangan space dan agar lebih praktis dalam hal katering.

Setelah sampai, kami tak melihat sama sekali kehadiran keluarga Tazkia, karena memang setelah dikonfirmasi rombongan keluarga belum sampai di lokasi. Sehingga saat itu kami menunggu cukup lama, sambil saya berusaha menjelaskan kepada anggota keluarga untuk sabar menunggu. setelah sekitar setengah jam menunggu akhirnya kami mulai melihat kedatangan keluarga Tazkia, dan mulai saat itulah kami mulai bersiap setelah sholat Ashar terlebih dahulu.

Kami telah bersiap pada posisi yang sebelumnya telah direncanakan oleh saya dan Tazkia. Namun nampaknya beberapa hal tidak sesuai dengan yang direncanakan. Saya dan sekeluarga telah bersiap berbaris tapi tak kunjung ada tanda-tanda dari pihak Tazkia yang mempersilakan masuk. Sebelumnya di-file rundown telah dituliskan bahwa nantinya akan ada LO yang mendampingi kami. Namun nampaknya karena suatu hal, itu tidak berjalan semestinya. Hingga saya dan sekeluarga sempat terhenti di bawah dan agak kebingungan kapan waktunya kita bisa naik ke lantai dua ruangan lamaran secara beriringan.

Kejadian itu cukup membuat kami canggung. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan ke atas beringingan ke ruangan atas tanpa aba-aba yang pasti apakah keluarga Tazkia sudah bersiap atau belum. Jalan beriringan yang sebelumnya saya kira bisa menjadi acara seremonial yang cukup apik, akhirnya menjadi jalan bebarengan yang biasa saja. Haha. Salah satu teman yang saya mintai tolong untuk menjadi videografer juga menjadi tidak fokus karena harus naik turun untuk memastikan apakah pihak keluarga Tazkia sudah bersiap atau belum.

Tapi, itu tidak menjadi masalah berarti. Karena acara inti sesungguhnya adalah lamaran itu sendiri. Proses-proses yang mengikutinya hanyalah bumbu-bumbu kesan saja.

bersambung... 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar