Pages

Sabtu, 06 Oktober 2018

Pertemuan Pertama Kita

5 Oktober 2018

Hari ini dia akan datang ke rumahku untuk menemui kedua orang tuaku dan aku. Dia akan datang ke Indonesia setelah satu tahun lebih tak pulang. Bahkan rumah pertama yang dikunjungi adalah rumahku. Benar-benar setelah tiba di bandara menuju ke rumah.

Hari ini aku ambil cuti. Sejak berlangsungnya proses ini, aku lupa berapa kali aku ambil cuti. Saat ta'aruf, saat mencari gedung, dan hari ini. Mungkin itu. Atau bahkan ada lagi yang aku lupa. Semoga teman-teman kantorku tidak curiga akan keintensan aku mengambil cuti. Pun aku bersyukur bisa bekerja di tempat kerjaku yang sekarang. Sejak keputusan dari masing-masing kami untuk lanjut, aku sudah sibuk untuk mengurusi banyak hal terkait lamaran dan pernikahan nanti. Dan bahkan di jam-jam kerja. Karena jam kerja kantorku flexible, aku membagi waktuku paginya untuk mengurusi ini. Bahkan saat benar-benar menyita jam kerjaku sedangkan masih banyak task yang harus aku kerjakan, hari sabtu pun aku masuk ke kantor.



Pukul 12.30. Umi masih saja sibuk menyiapkan makan siang untuk kami semua. Aku hanya membantu melihat-lihat saja. Sembari mengobrol-ngobrol ringan dan menantikan makanan siap. Dia belum juga ada kabar. Jadi sulit dihubungi. Mungkin karena masih menggunakan nomor jepang yang harus bergantung dengan internet wifi jika menggunakan whatsapp. Selang beberapa menit kemudian dia datang. Kami satu rumah terkaget karena datangnya tak terduga. Di rumah ada aku, umi, dan abi. Abi belum lama juga tiba di rumah sehabis sholat jumat sebelum dia datang. Makanan pun masih belum siap. Padahal aku sudah sangat lapar.


Kemudian abi dan dia makan bersama di ruang tamu. Aku masih harus siap-siap. Dan makan. Abi dan dia sembari mengobrol-ngobrol meski yang dibahas super basa basi. Sambil menunggu aku siap, dia masih mengobrol-ngobrol saja dengan umi dan abi. Mengobrol-ngobrol ringan dan basa basi. Kemudian satu per satu anggota keluarga ku yang lain datang. Shabrina pulang dari sekolahnya. Kemudian Mutia sepulang dari aktivitas di luarnya. Kecuali Farah yang masih di kampus. Dan keadaannya kini berbalik. Karena Farah tidak bisa ikut menyaksikan, Shabrina yang heboh mendokumentasikan. Tetapi dokumentasi yang sebatas saat aku siap-siap saja.

Kemudian aku berpikir reaksi apa yang aku berikan saat berhadapan dengannya. Semakin mendekati aku bersiap, semakin deg-degan rasanya. Beberapa kali umi memanggil ku untuk hadir bergabung dengan mereka di ruang tamu. Tetapi rasanya degub jantung semakin cepat tak karuan. Telapak tangan pun sudah mulai terasa dingin. Aku sudah siap dengan laptop dan pembahasan yang akan dibahas terkait rencana acaranya.

Kemudian aku pun ikut bergabung dengan mereka di ruang tamu. Masih terasa deg-degan dan semakin deg-degan. Telapak tangan semakin mendingin pula. Saat aku berhadapan dengannya, aku tak dapat berhenti tersenyum. Rasanya kedua sisi pipi ini menarik kuat-kuat dan tak mau berbalik ke posisi semula agar senyuman itu tetap begitu adanya. Abi saja sampai meledekku saat aku tertangkap sedang senyum-senyum saja.

Langsung kepada topik pembicaraan pada pertemuan hari ini. Membahas acara lamaran dan pernikahan. Jika diibaratkan sebuah mobil yang sedang berada didalam perjalanan, mobil itu sedang berada di jalur cepat a.k.a jalan tol. Karena biasanya seorang pria datang pertama kali menemui orang tua wanitanya untuk berkenalan, bincang-bincang ringan. Tetapi kami berbeda. Pembahasan kami langsung mengarah kepada yang lebih visioner dari pada itu.

Kira-kira hanya beberapa menit saja rasa deg-degannya. Setelah itu suasananya sudah mencair seperti keadaan biasa. Mengobrol-ngobrol dan berdiskusi-diskusi. Hingga tak terasa sudah jam 5 lebih. Dia pun izin pamit pulang.

Ditulis oleh Tazkia Izzati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar