Pages

Jumat, 21 Agustus 2020

Proses kelahiran bayi pertama (bagian 1)


Kala itu, waktu berjalan begitu cepat.

Satu, dua, tiga hingga hampir 9 bulan tak terasa sudah berlalu, dan dalam beberapa hari Kami bersiap menyambut kehadiran sang buah hati kami yang pertama.

Sejak menikah 30 Desember 2018, kami akhirnya mendapatkan amanah dari Allah, yang menurut perhitungan dokter akan hadir pada tanggal 2 Maret 2020. Saat kami mendapatkan berita pertama kali bahwa Tazkia hamil, kami begitu gembira dan bersyukur. Dedek dihadirkan pada kami di saat usia pernikahan kami masih belum sampai setahun.

Dalam masa kebersamaan kami dengan dedek saat ia masih ada di dalam rahim ibunya, kami begitu merasakan kehadirannya ada di tengah-tengah kita. Apalagi ketika ia sudah bisa menendang-nendang perut ibunya dan beberapa kali nampak cegukan. Walaupun masih di dalam perut, kehadirannya begitu nyata dan membawa kebahagian yang luar biasa untuk kami. Setiap hari kami pastikan kami sudah ngobrol dengannya, dan membacakan ayat suci al-quran bersama-sama setiap setelah shubuh. Melihat ia beberapa kali menunjukkan responnya, saat kami ajak ngobrol dan melantunkan ayat-ayat-Nya, kami tak henti-hentinya antusias dan bahagia.

Saat itu kandungan telah melalui 9 bulan,  yang artinya sekitar 10 hari kedepan akan datang HPL (Hari Perkiraan Lahir). Jika mendengar cerita dari kawan-kawan dalam proses melahirkan, ada beragam sekali kisahnya. Ada yang melahirkan jauh sebelum HPL, mendekati HPL, atau bahkan ada juga yang beberapa hari setelah HPL dan akhirnya harus mendapatkan treatment khusus. Mendapati cerita kawan-kawan tersebut, kami harus siap sedia kapanpun jika kontraksi datang. Sehingga, di masa-masa itu saya memutuskan untuk mengerjakan riset dari rumah dan datang ke kampus jika hanya memang ada pertemuan atau kegiatan akademik yang tak bisa ditinggalkan. Beberapa persiapan sudah kami siapkan sebelumnya, seperti menyiapkan tas beserta isinya untuk bekal rawat inap di rumah sakit, menyiapkan nomor-nomor telpon darurat seperti nomor telpon rumah sakit, taksi, dan pak kos pemilik apartment kami, menyiapkan dokumen-dokumen penting, dan lain sebagainya.  Semua kita upayakan demi kelancaran saat menjelang kelahiran nanti. 

Saat menjelang 10 hari sebelum HPL, kami pergi ke rumah sakit untuk cek rutin. Di jepang, cek rutin ke dokter di rumah sakit sudah terjadwal dengan sangat baik dan terstandar. Semua orang hamil punya SOP yang sama. Satu bulan menjelang HPL, ibu hamil harus cek rutin ke dokter setiap seminggu sekali. Sebelum itu, dari bulan ke-7, cek rutin dilakukan dua minggu sekali. Sedangkan saat masa awal kehamilan, cek rutin dijadwalkan sebulan sekali. Masing-masing ibu hamil memiliki buku saku dan catatan rekam selama hamil dan bahkan saat bayi sudah lahir untuk catatan imunisasi dlsb. Semuanya sudah tersistem rapi.

Saat dilakukan pengecekan tersebut, dokter menyampaikan bahwa sudah ada pembukaan 1 cm mulut serviks. Dari situ tanda kelahiran sudah mulai terlihat dan kami harus semakin bersiap, walaupun berdasarkan cerita kawan-kawan, dari bukaan satu bisa jadi membutuhkan waktu seminggu atau lebih, atau bahkan bisa juga sebelum itu. Dan, kami pun pulang dengan setidaknya membawa kabar bahagia akan datangnya tanda-tanda kelahiran tersebut. 

Setelah seminggu kemudian, atau tepatnya 3 hari sebelum HPL, kami datang kembali ke rumah sakit. Setelah dicek, ternyata belum ada penambahan bukaan, masih 1 cm. Padahal HPL sudah tinggal hitungan hari saja. Kami pun pasrah, dan menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya. 

Besoknya, Jumat, 28 Februari 2020, pagi-pagi pukul 5, Tazkia merasakan kontraksi yang tak biasa. Kala itu itu lebih kuat dari biasanya. Kami memutuskan untuk menunggu dalam beberapa jam kedepan. Menunggu apakah kontraksi semakin kuat hingga kami harus pergi ke rumah sakit. Setelah melewati pagi dan siang, hingga menjelang sore, kontraksi semakin kuat dan saya pun memutuskan untuk telepon rumah sakit untuk datang dan melakukan pengecekan. Barang-barang dan tas berisi logistik untuk seminggu saat Tazkia di rumah sakit kami siapkan. Kami segera menelpon taksi untuk berangkat ke Rumah sakit, tepatnya pukul 15.15. 

Saat diperiksa oleh dokter di rumah sakit, dokter mengatakan pembukaan sudah sampai 3 cm. Saat itu diputuskan Tazkia sudah bisa mulai dirawat inap di rumah sakit. Kami dipindahkan ke ruang rawat inap. Di satu ruangan besar, setidaknya ada 4 kasur untuk para ibu hamil seperti Tazkia. Sayang sekali saya tak bisa menemani semalaman untuk menanti status bukaan meningkat. Saya hanya bisa menemaninya hingga sampai pukul 9. Setelah diberi tahu oleh perawat agar saya segera meninggalkan ruang, saya pun beranjak pulang dan berpesan kepada Tazkia agar menghubungi saya sesegera mungkin jika status bukaannya telah meningkat. Saya pulang menggunakan bis. Dan perjalanan pulang pergi ke rumah sakit tak memakan waktu lama, karena Jarak antara rumah sakit dan apartment kami hanya sekitar 1.4 km. 

Sesampainya di rumah saya memutuskan untuk istirahat sejenak. Saya harus bersiap kapanpun malam ini hingga besok dini hari, kalau harus pergi ke rumah sakit jika Tazkia sudah mulai bukaan tingkat lanjut. HP saya taruh di dekat kepala saya, dan saya bunyikan HP sekencang mungkin agar saya terbangun saat dihubungi Tazkia. Saya sebenarnya sempat khawatir kalau tidak bisa bangun. Tapi apakah kondisi genting seperti itu tak membuat saya bangun?

Pukul 1.00 Tazkia mengirim chat bahwa bukaan sudah sampai 4 cm dan ia mulai diinfus. Pukul 3.00 Tazkia menghubungi lagi, mengabarkan agar saya siap-siap karena kontraksi sudah terasa sangat kuat. Pukul 3.30 Tazkia menghubungi saya kembali agar saya berangkat ke rumah sakit. Saya pun bersiap dengan cepat, dan  saya telpon Kantor tempat kerja paruh waktu saya (mengantar koran) untuk mengabarkan saya tidak bisa masuk kerja pagi itu. Saya siapkan tas kecil dan beberapa bawaan penting

dan siap mengayuh sepeda listrik saya pagi-pagi buta untuk berangkat ke rumah sakit. Pikiran saya bercampur baur, antara antusias, gembira, syukur bahkan khawatir. Saat mengayuh sepeda saya tak hentinya-hentinya berdoa agar proses persalinan pagi itu berjalan dengan lancar. Jalanan yang masih tampak gelap, dan hawa dingin sisa musim dingin yang masih terasa menambah hikmat suasana saat itu.

Sesampainya di rumah sakit, saya melihat Tazkia menggigil tak wajar. Padahal suhu di ruangan itu normal. Kehadiran saya saat itupun seperti tak sadarinya, karena apa yang dialaminya saat itu. Saya tanyakan ke perawat, apakah dia tak apa-apa, katanya tidak mengapa. Saya menghampirinya dan menenangkannya. Cerita pun berlanjut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar