Di malam menjelang acara lamaran, saat kami hendak tidur, kakek memberi banyak wejangan kepada saya. Saat itu, saya, ibu, bapak dan kakek, tidur di satu kamar yang sama. Saya ingin segera beristirahat agar di acara besoknya bisa lebih segar, tapi tiba-tiba kakek memantik obrolan yang nampaknya cukup serius. Itu menjadi sesi ngobrol terlama dan terdekat selama hidup saya bersama kakek. Saya tak pernah melihat kakek seantusias itu sebelumnya. Ia begitu bersemangat dalam bercerita. Hingga tak sadar kami telah menghabiskan sekian jam hingga cukup larut malam. Beliau memberi wejangan dan masukan kepada saya khususnya untuk teknis penyampaian lamaran besok. Beliau nampaknya memang sudah punya template apa yang harus disampaikan oleh seorang lelaki yang hendak melamar perempuan. Kisi-kisi yang disampaikan beliau cukup jelas dan sederhana. Saya berusaha mengingatnya. Beliau sangat mewanti-wanti jangan sampai ada poin yang tertinggal. Selain tentang wejangan-wejangan, beliau juga menceritakan tentang kepercayaan beliau terhadap pemilihan tanggal pernikahan, dimana sebelumnya sempat ada perbedaan pendapat di antara kami. Saya dan ibu tetap pada posisi bahwa semua tanggal baik. Tawaran tanggal dari keluarga Tazkia 29 Desember 2018 kami kira tidak masalah. Hanya saja saat itu kakek sangat menentang tanggal tersebut, karena suatu hal tertentu. Malam itu beliau menceritakan apa kenapa beliau tidak setuju dengan tanggal tersebut.
Rabu, 17 Oktober 2018
Selasa, 16 Oktober 2018
Melamar
Jumat, 5 Oktober 2018 saya telah menginjakkan kaki di Jakarta setelah sebelumnya mantap dengan keputusan untuk pulang dan melamar Tazkia. Hari pertama kedatangan, saya langsung menuju ke rumahnya dan menemui kedua orang tuanya untuk pertama kali sejak kami saling berkenalan beberapa minggu sebelumnya melalui skype. Dari obrolan singkat sore itu, sedikit demi sedikit kedekatan komunikasi antara kami mulai terbangun. Bagaimana tidak, sebelumnya kami hanya bisa berkomunikasi melalui whatsapp dan email, karena memang kami berkomitmen berusaha untuk menjaga interaksi satu sama lain. Itupun dengan pengawasan dari keluarga dan kedua orangtuanya.
Dua hari berikutnya setelah kedatangan, telah dijadwalkan acara lamaran atau khitbah antara kami dan kedua pihak keluarga. H-1 sebelum lamaran, Ibu, Bapak, dan kakek tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan darat menggunakan kereta api dari Ngawi Jawa Timur selama kurang lebih 11 jam. Disaat itu pula saya baru bertemu mereka, setelah sekitar 1 tahun yang lalu. Momen lamaran itulah yang membuat saya berkesempatan pulang untuk bertemu keluarga Ibu Bapak dan keluarga. Sungguh bahagia tentunya bisa bertemu mereka lagi. Pada petang hari, saya dan om yang kebetulan berdomisili di Jakarta menjemput mereka di stasiun Jatinegara dan melanjutkan perjalanan untuk numpang menginap sekaligus di rumah beliau.
Senin, 15 Oktober 2018
One Step Closer: Engagement
24 Agustus 2018
Hari itu dia mengabarkan bahwa senseinya (sensei=dosen) mengizinkannya untuk pulang ke Indonesia oktober mendatang. Ya karena masih terikat sebagai mahasiswa master di Jepang, agak sulit untuk izin pulang untuk waktu yang lama kecuali dengan alasan yang kuat. Kemudian dia juga mengabarkan dengan bahagia jika dia langsung membeli tiket pesawat, untuk benar-benar meyakinkanku bahwa janjinya untuk pulang memang benar. Tentunya mengabarkannya melalui grup whatsapp yang berisi aku, dia, dan Fulanah.
Beberapa persiapan menjelang lamaran mulai aku list satu per satu. Waktu itu aku sama sekali tak ada bayangan rangkaian acara apa saja yang ada di dalam acara lamaran. Kemudian aku diskusikan dengannya di grup whatsapp itu. Dia memberikan beberapa poin sususan acara pada umumnya, kemudian aku yang membuat run down yang lebih detailnya. Tetapi tetap terasa kurang jika harus dituliskan secara rinci. Beberapa video di youtube mengenai lamaran pun aku tonton untuk mendapatkan inspirasi dalam membuat run down.
Hari itu dia mengabarkan bahwa senseinya (sensei=dosen) mengizinkannya untuk pulang ke Indonesia oktober mendatang. Ya karena masih terikat sebagai mahasiswa master di Jepang, agak sulit untuk izin pulang untuk waktu yang lama kecuali dengan alasan yang kuat. Kemudian dia juga mengabarkan dengan bahagia jika dia langsung membeli tiket pesawat, untuk benar-benar meyakinkanku bahwa janjinya untuk pulang memang benar. Tentunya mengabarkannya melalui grup whatsapp yang berisi aku, dia, dan Fulanah.
Beberapa persiapan menjelang lamaran mulai aku list satu per satu. Waktu itu aku sama sekali tak ada bayangan rangkaian acara apa saja yang ada di dalam acara lamaran. Kemudian aku diskusikan dengannya di grup whatsapp itu. Dia memberikan beberapa poin sususan acara pada umumnya, kemudian aku yang membuat run down yang lebih detailnya. Tetapi tetap terasa kurang jika harus dituliskan secara rinci. Beberapa video di youtube mengenai lamaran pun aku tonton untuk mendapatkan inspirasi dalam membuat run down.
Kamis, 11 Oktober 2018
Bertemu (2)
Seharusnya saya memberi kabar terlebih dahulu kepada Ayah dan Ibunya, bahwa saya telah sampai. Namun apa daya, sejak di bis saya tak bisa mendapatkan koneksi internet. Kedatangan saya waktu itu bisa saja cukup mendadak.
Saya kentuk pagar dan ucapkan salam. Terdengar sayup jawaban dari dalam rumah. Beberapa saat seorang pria paruh baya keluar dari pintu rumah. Ya, beliau adalah ayah darinya. Tak sedikitpun berbeda sejak kami bercakap di video call sekitar sebulan sebelumnya. Sayapun masuk dengan membawa tentengan tas carrier dan tas selempang kecil.
Kami memulai obrolan ringan. Setelah beberapa saat, ibunya datang dengan membawa makanan di loyang. Makanan yang telah dijanjikan sebelumnya saat kami berbincang via Whatsapp. Beliau sangat mempersiapkan hidangan itu. Soto Padang! Terimakasih umi! Saya yang cukup kelaparan saat itu segera menyantapnya dengan lahap. Kami sambil melanjutkan mengobrol, hingga semangkuk soto di tangan ludes.
Rabu, 10 Oktober 2018
Bertemu (1)
Malam itu saya berangkat dari sendai menuju bandara Haneda. Penerbangan saya terjadwal pada pukul 11 malam dan sampai di Jakarta pada pukul 10 pagi keesokan harinya. Itu merupakan penerbangan saya pertama kali ke Indonesia, setelah tinggal kurang lebih setahun di Jepang. Jalan Allah melalui proses ta'aruf inilah yang mengantar saya pada momen itu. Ya, saya pulang.
Perjalanan malam itu saya lalui dengan beristirahat pulas. Walaupun sempat mendengar instruksi Pilot untuk mengenakan sabuk pengaman saat pesawat melalui Typon di atas langit Okinawa, masuk kedalam mimpi saya. Alhamdulillah, saya sampai di Kuala lumpur dan kemudian lanjut menuju bandara Soekarno Hatta dan sampai di sana dengan selamat.
Selasa, 09 Oktober 2018
Kapan Dia Hadir?
Aku pernah membaca sebuah tulisan di blog orang yang bercerita tentang kisah orang sholeh zaman dulu yang menikah bukan atas dasar cinta. Tetapi karena Allah. Dan cinta itu mulai tumbuh seiring dengan berjalannya waktu setelah pernikahan. Masha Allah!
Setelah berminggu minggu berlalu sejak bertukar CV aku penasaran akan satu hal. Aku penasaran dan menantikan kehadiran cinta itu. Apakah memang benar takdirnya cinta datang setelah pernikahan? Karena selama ini aku menerima semua proses ini hanya berdasar pada rasa yakin saja. Namun tiba-tiba rasa gila ketakutan membayang-bayangi ku. Bagaimana mungkin akan menikah tapi tidak cinta? Maksudku mungkin belum. Aku kembali bercerita pada Fulanah. Pun diiringi tangis yang tak tertahan karena emosi yang meluap-luap. Rasanya proses ini sangat penuh dengan drama. Aku kembali menegaskan pada Fulanah bahwa aku termasuk orang yang introvert. Susah cari teman nyaman. Maksudku perlu 'waktu yang cukup lama' bagiku agar kenyamanan itu hadir. Teman saja susah. Bagaimana mungkin aku bisa bersama dengan seseorang yang baru aku kenal di sisa hidupku? Fulanah memberikan beberapa penawaran untuk dapat mewadahi agar aku dapat mengenal dan merasa nyaman dengannya. Hingga jatuhlah pada pilihan dibuatkannya grup whatsapp antara aku dan dia. Juga Fulanah. Kami membicarakan banyak hal. Dari yang ringan hingga agak serius. Bercerita tentang keseharianku dan kesehariannya, rencana pernikahan yang seperti apa, rencana masa depanku, dan lain-lain. Namun tetap aku masih belum mendapati kehadiran cinta itu. Aku masih menganggapnya sebagai teman saja.
Sabtu, 06 Oktober 2018
Pertemuan Pertama Kita
Hari ini dia akan datang ke rumahku untuk menemui kedua orang tuaku dan aku. Dia akan datang ke Indonesia setelah satu tahun lebih tak pulang. Bahkan rumah pertama yang dikunjungi adalah rumahku. Benar-benar setelah tiba di bandara menuju ke rumah.
Hari ini aku ambil cuti. Sejak berlangsungnya proses ini, aku lupa berapa kali aku ambil cuti. Saat ta'aruf, saat mencari gedung, dan hari ini. Mungkin itu. Atau bahkan ada lagi yang aku lupa. Semoga teman-teman kantorku tidak curiga akan keintensan aku mengambil cuti. Pun aku bersyukur bisa bekerja di tempat kerjaku yang sekarang. Sejak keputusan dari masing-masing kami untuk lanjut, aku sudah sibuk untuk mengurusi banyak hal terkait lamaran dan pernikahan nanti. Dan bahkan di jam-jam kerja. Karena jam kerja kantorku flexible, aku membagi waktuku paginya untuk mengurusi ini. Bahkan saat benar-benar menyita jam kerjaku sedangkan masih banyak task yang harus aku kerjakan, hari sabtu pun aku masuk ke kantor.
Pukul 12.30. Umi masih saja sibuk menyiapkan makan siang untuk kami semua. Aku hanya membantu melihat-lihat saja. Sembari mengobrol-ngobrol ringan dan menantikan makanan siap. Dia belum juga ada kabar. Jadi sulit dihubungi. Mungkin karena masih menggunakan nomor jepang yang harus bergantung dengan internet wifi jika menggunakan whatsapp. Selang beberapa menit kemudian dia datang. Kami satu rumah terkaget karena datangnya tak terduga. Di rumah ada aku, umi, dan abi. Abi belum lama juga tiba di rumah sehabis sholat jumat sebelum dia datang. Makanan pun masih belum siap. Padahal aku sudah sangat lapar.
Rabu, 03 Oktober 2018
Pulang
Pilihannya ketika itu ada dua. Pertama, saya hanya akan pulang saat menjelang hari H, dan sebelumnya keluarga saya akan ke Bekasi untuk melamarkan untuk saya. Atau pilihan kedua, saya akan pulang untuk melakukan proses lamaran, dan pulang kembali setelahnya untuk menjalankan pernikahan. Saat itu, karena kondisi saya waktu itu dan dinamika pertimbangan yang ada, saya sementara memilih pilihan yang pertama, walau saya sempat di awal menjanjikan akan pulang dalam waktu dekat untuk melamarnya.
Proses komunikasi antara kami mulai intens terjalin. Tak hanya dengannya, namun juga dengan ibu dan ayahnya. Justru saya lebih banyak melakukan komunikasi dengan ibunya.
Langganan:
Postingan (Atom)