Pages

Rabu, 08 Agustus 2018

Dengan Jalan Apa Aku Menjemput Jodohku?



Menjadi sebuah dilema besar bagiku saat aku dihadapkan pada beberapa jalan dalam menjemput jodohku. Aku tak mungkin seperti mereka yang bisa berpacaran yang kemudian menikah. Terlalu banyak aktivitas asing pada gaya berpacaran kebanyakan orang yang sangat tidak mungkin aku lakukan. Belum lagi akan sangat banyak pihak yang menentang. Kedua orang tuaku dan Allah. Menikah adalah ibadah. Tak mungkin jalan menuju penggenapan separuh agamaku dilalui dengan jalan yang tidak diridhoi Allah dan kedua orang tuaku. Aku akan mencari jalan lain selain berpacaran.

Menikah dengan teman dalam satu lingkungan. Teman satu sekolah atau teman kantor. Tetapi tetap tidak dengan jalan pacaran. Hanya sekedar dekat, cocok, kemudian satu sama lain saling berkomitmen untuk berjalan pada tahap yang lebih serius. Pikirku hanya ini satu-satunya jalan yang mungkin dapat aku pilih. Kemudian aku berpikir kembali. Sejak aku bersekolah SMA, kemudian melanjutkan kuliah, dan lalu bekerja, aku berada pada lingkungan pertemanan yang sangat beragam. Beragam dalam artian agama dan kepercayaan. Tidak seperti saat aku bersekolah di bangku SD dan SMP yang jelas sekolah islam terpadu. Memang banyak yang beragama islam, tetapi sangat jarang yang memiliki pemahaman yang sama sepertiku. Ya. Pemahaman bahwa tak perlu berpacaran jika ingin menikah. Kriteria lain yang aku harapkan adalah setidaknya mereka rajin sholat di awal waktu. Tetapi hal ini sangat jarang aku temukan pada teman-teman kantorku. Bahkan ada satu kriteria yang menjadi syarat mutlak dari orang tuaku. Mereka rutin mengaji setiap minggunya. Aku memang melonggarkan syarat mutlak dari orang tuaku ini. Pikirku jika mereka belum mengaji, mungkin aku bisa mengajaknya. Tetapi ini akan menjadi sebuah PR besar bagiku dalam berumah tangga nanti. Aku teringat pada pesan yang disampaikan oleh salah satu pembicara pada sekolah pra nikah yang aku ikuti beberapa bulan yang lalu. Beliau bilang bahwa sebelum menikah jangan membawa PR. PR akan memperbaiki pasangan agar menjadi seperti yang kita harapkan. Karena setelah menikah akan ada PR-PR lain yang bersiap menanti. Tetapi tetap ridho berada pada kedua orang tuaku. Aku terlalu khawatir jika orang tuaku akan menolak saat orang itu datang melamarku.

Hingga detik itu, aku sangat menolak keras jika aku harus melalui jalan ta'aruf dalam menjemput jodohku. Aku terlalu takut dan khawatir akan hidup bersama dengan orang yang aku baru kenal. Selama itu memang ada beberapa CV yang singgah, tetapi aku benar-benar tidak serius menanggapinya. Aku hanya menghargai guru ngaji dan orang tuaku saja, yang sudah berusaha mempertemukan aku dengan calon orang yang akan mendampingi hidupku. Ya. Semua CV aku tolak. Pertama memang karena mereka tak sesuai dengan kriteriaku. Kedua karena aku sangat menolak keras proses ta'aruf itu. Sepertinya alasan tidak sesuai kriteria hanya alasan yang dibuat-buat agar prosesnya tidak jadi berjalan. Pintu hatiku sudah tertutup rapat-rapat jika jalan yang dipilih adalah dengan berta'aruf.

Kemudian jalan apa yang harus aku pilih? Mengingat usiaku yang semakin hari semakin bertambah. Ditambah tahun ini adalah targetku menikah. Rasa khawatir itu selalu saja menghantui keseharianku saat itu. Ditambah pula proses move on yang tak berkesudahan yang membuat aku semakin gerah dan semakin khawatir. Aku benar-benar dalam posisi pasrah pada Tuhan. Aku bingung. Aku akan menerima apapun jalan yang Allah pilihkan untukku. Ya. Sejak saat itu aku tak pernah berhenti melakukan sholat tahajud setiap malam. Aku merunduk dan berdoa tiada hentinya. Meminta pada Allah agar aku segera dipertemukan dengan jodohku sesuai dengan yang Allah ridhoi. Tak luput pula membaca tilawah al-quran yang menjadi hal yang dapat memperkuat terkabulnya doaku. Kurang lebih satu hingga dua bulan aku tak pernah berhenti sholat tahajud dan rutin membaca qur'an. Hingga suatu hari itu tiba. Hari dimana aku mengetuk semua pintu. Aku berusaha untuk bisa menerima jalan ta'aruf. Aku pasrah. Aku meminta seorang teman kantorku (yang sudah menikah terlebih dahulu) untuk mencarikan. Aku percaya padanya karena kita masih dalam satu pemahaman. Aku meminta orang tuaku untuk berupaya pula mencarikan. Saat itu, orang tuaku meminta bantuan temannya, yang merupakan guru ngajiku dulu saat masih di Indonesia. Teman orang tuaku saat itu sedang tinggal di Jepang untuk bersekolah.

7 Agustus 2018

Aku diminta teman orang tuaku, sebut saja Fulanah, untuk dapat mengirimkan CVku. Fulanah bilang, teman kampus suaminya juga sedang dalam proses mencari. Aku sempat menunda dalam proses pengiriman CVku. Karena aku belum memperbaharui CVku, sehingga pada akhirnya aku menggunakan CV yang aku tulis april lalu. Tetapi tetap tidak jauh beda. Pagi itu, Fulanah mengirimkan CV seseorang padaku. Aku tidak langsung membacanya. Aku sudah berprasangka buruk terlebih dahulu. Aku kembali menyiapkan alasan-alasan untuk menolak kembali karena tidak sesuai kriteriaku. Padahal saat itu aku juga bingung pada diriku sendiri. Mau sampai kapan aku bisa menemukan orang yang sesuai dengan kriteriaku. Sangat mustahil! Buah dari aku rajin sholat dan mengaji belakangan, sesaat melunakkan hati dan semua pemikiran-pemikiran burukku. Aku pasrah. Aku membaca perlahan setiap detail informasi yang tertulis pada CVnya. Pun juga melihat foto dirinya. Saat itu aku merasa aku adalah orang yang paling jahat dan betapa baiknya Allah padaku. Allah sangat baik padaku. Kriteria dan rencana masa depanku yang aku impikan ada pada dirinya. Rasanya dada sesak sesaat. Ini tidak mungkin. Spontan aku berkata iya dalam hatiku. Fulanah meminta berapa lama aku dapat memberikan jawaban. Aku meminta satu minggu. Padahal dalam hati sudah auto yes menerima. Tetapi biarkan waktu yang menjawab selama satu minggu dalam memperkuat jawaban iya. Selang beberapa hari kemudian, aku terpancing dalam percakapan antara Fulanah dan aku yang secara tidak langsung aku menjawab iya. Dari orang tuaku juga sudah sangat setuju. Kemudian Fulanah meminta agar dapat melanjutkan ke tahap ta'aruf. Aku bingung pada diriku sendiri. Saat itu perasaan yakin menguat dalam hati. Yakin untuk dapat melanjutkan ke tahap ta'aruf. Tahu benar jika sebelumnya aku sangat menolak keras proses ta'aruf ini. Rasa yakin terus mendorongku untuk menghilangkan pemikiran-pemikiran burukku. Mungkin ini buah dari aku dekat dengan Allah.

Ditulis oleh Tazkia Izzati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar