Beberapa waktu lalu, saya sempat cukup intens terlibat diskusi bersama kawan saya yang lebih senior dan sudah berkeluarga. Saya beberapa kali terlibat dalam obrolan-obrolan ringan tentang keluarga, seperti tentang peran seorang kepala kelurga, tentang pemilihan keputusan pernikahan, wawasan-wawasan penting ketika sudah berkeluarga, dan banyak hal lainnya. Saya menyerap ilmu yang cukup banyak dari mereka. Saya ingin mengaplikasikannya suatu saat nanti, entah kapan waktunya. Mendengar cerita-cerita mereka adalah salah satu bagian penting pembelajaran saya di sini. Hasil dari pembelajaran itu pula yang kemudian menjadi bahan pertimbangan menentukan rencana saya kedepan yang belum terjawab selama itu.
Saya tak memungkiri bahwa lingkungan sekitar akan mempengaruhi perilaku-perilaku dan pola pikir kita, sedikit atau banyak. Bersamaan dengan telah adanya keyakinan diri dan segala pengalaman yang telah didapat di masa lampau, kita akan mampu mengolah pembelajaran-pembelajaran hasil kebaikan dari lingkungan baru tersebut menjadi suatu pilihan sikap dan karakter diri yang lebih baik kedepannya. Karena memang fitrah kita untuk menjadi seorang pembelajar dalam hidup ini.
Masukan dan pengaruh kebaikan yang saya dapat selama di sini, hasil kesimpulan dari obrolan-obrolan ringan saya dengan mereka, membuat saya berpikir kembali untuk menyusun beberapa pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang lagi untuk rencana saya kedepan, khususnya tentang pernikahan. Di saat yang sama, saya mencari penguatan-penguatan dari segi ilmu dan agama semaksimal mungkin serta berusaha mendekatkan diri kepada Allah agar petunjuk dan ilmu yang saya punya bisa menuntun pilihan saya berada pada jalan yang seharusnya. Dalam konteks pilihan masa depan, kala itu saya kembali mempertimbangkan kembali pilihan tentang pernikahan. Hingga lagi-lagi saya ada di suatu titik persimpangan, yang saya belum ketahui akan ke arah mana saya berjalan. Namun sudah terlihat ujung-ujung jalan mana yang tepat saya akan tuju.
Di waktu yang hampir bersamaan, bak gayung bersambut, di suatu obrolan dengan Ibu, entah mengapa beliau berkata pada saya bahwa ia tiba-tiba menjadi khawatir ketika melihat saya hidup sendiri di negeri orang (walaupun gak literally hidup sendiri). Niatan yang lalu tiba-tiba menyeruak kembali setelah saya bertanya pada diri saya sendiri, menimbang baik tidaknya, atau mendesak tidaknya sebuah keputusan harus diambil. Saya akui, semenjak Ibu berkata seperti itu, niatan lalu, akhirnya muncul kembali akibat trigger dari orang yang paling saya sayangi, tak lain ibu saya sendiri.
Hingga kala itu saya memutuskan pilihan untuk kembali menatap rencana saya yang sebelum berangkat sempat saya upayakan. Pasca kejadian "itu" (seperti yang sudah saya tulis pada tulisan sebelumnya), akhirnya ujungnya adalah sebuah kesimpulan yang mengambang. Secara tidak langsung, kemudian saya menempatkan diri saya sendiri pada posisi yang menyulitkan kala itu. Di satu sisi, saya telah memutuskan untuk tak memikirkan rencana itu lagi, dan fokus pada kuliah saja, tapi di sisi yang lain saya juga meninggalkan satu cerita yang belum jelas akhirnya, sedangkan saya telah berada di Jepang.
Setelah beberapa kali berada di persimpangan. Hingga di suatu titik, ketika momen triger dari ibu membuat saya tergerak kembali untuk menegaskan pilihan saya, saya memberanikan diri kembali untuk mencoba memulai obrolan kembali tentang itikat saya waktu itu. Setelah mengalami beberapa kejadian yang sekaligus menyadarkan saya, saat itu saya tegaskan diri saya sendiri, saya tak akan bermain-main dengan keputusan serius itu. Jika memang Allah memberi jalan, saya akan benar-benar menjalankannya dengan kesungguhan.
Intensitas komunikasi telpon antara saya dengan ibu tiba-tiba menjadi sangat sering. Saya selalu meminta pertimbangan dan penguatan ibu sebelum menentukan langkah. Setelah beberapa waktu diskusi, akhirnya, disertai dengan keyakinan diri dan petunjuk-petunjuk Allah, saya menghubunginya kembali untuk meminta izin menyambung kontak dengan orang tuanya kembali. Dan dia mengizinkan.
Namun, kemudian Allah menunjukkan jalan lain. Allah memperlihatkan sesuatu yang memang sudah Dia pilih untuk masing-masing.
Itikat itu akhirnya harus disudahi.
Saya memulai perjalanan dari titik start kembali.
Ditulis oleh Vempi Satriya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar