Pages

Jumat, 17 Agustus 2018

Mengapa Terus Berlanjut?


16 Agustus 2018

Malam tanggal 15 Agustus aku baru tiba di rumah. Karena perjalanan jauh dari Kemang ke Bekasi yang sungguh melelahkan seperti biasanya, membuatku melanjutkan kembali tidurku setelah sholat shubuh usai. Aku baru bangun kembali jam 06.00. Aku hanya punya waktu satu jam untuk dapat bersiap, karena pukul 07.00 ta'aruf akan dimulai. Saat itu, aku masih setengah hati melakukan ta'aruf. Perasaan yakin masih tetap ada. Tetapi setengah hati. Jika aku benar-benar serius, seharusnya aku tidak melanjutkan tidur setelah sholat shubuh dan segera bersiap. Waktu satu jam sangat tidak cukup buatku untuk dapat bersiap. Bahkan hingga jam 07.00 tiba, masih belum dimulai. Padahal dari mereka sudah bersiap dari sebelum jam 07.00. Adik ku saja sampai geregetan karena aku lama dalam bersiap. Hingga akhirnya abiku memulai terlebih dahulu percakapan dengan mereka.

Pada pukul 07.30 akhirnya aku sudah rapih. Lagi-lagi aku masih merasa asing dengan proses ta'aruf itu. Aku ragu. Tetap lanjut atau tidak?

Karena dia saat itu berada di Jepang, proses ta'aruf dilakukan melalui google hangout. Satu bukti ketidakseriusanku yang lain pada proses ta'aruf ini adalah aku tidak mempersiapkan kuota pada modemku. Akan berbicara melalui google hangout selama kurang lebih dua jam membutuhkan koneksi internet yang stabil. Sehingga pada akhirnya aku menggunakan modem milik adikku.

Saat itu di rumahku, ada aku, orang tuaku, dan kedua adikku, Mutia dan Farah. Satu adikku yang paling kecil sedang sekolah. Sebelum hari itu tiba, aku sempat khawatir mengenai tempat yang nyaman buatku untuk dapat berta'aruf. Aku memiliki 3 adik perempuan. Sejak adik-adikku tahu aku akan berta'aruf, mereka tidak henti-hentinya meledekku. Hingga aku menegaskan berkali-kali kalau aku tidak akan melakukan ta'aruf di rumah dimana ada kehadiran adik-adikku. Aku lebih memilih tempat yang sangat jauh dari kehadiran mereka. Karena bisa jadi aku menjadi tidak fokus dalam berbicara dan dalam menyampaikan setiap pertanyaan. Karena adikku yang bungsu tidak dapat menyaksikan proses ta'aruf ini, Farah akhirnya berinisiatif mendokumentasikan pertemuan ini melalui video di handphonenya. Perasaan tegang, ragu, kesal, campur aduk tak karuan dalam hatiku. Aku pasrah saja.

Aku ditemani kedua orang tuaku, sedangkan dia ditemani oleh Fulanah dan suami Fulanah. Sudah siap dalam genggamanku, buku catatan yang memuat daftar pertanyaan yang akan aku tanyakan padanya. Aku membuka kembali buku catatan itu. Membaca kembali setiap detail pertanyaan yang akan aku tanyakan. Proses ta'aruf dimulai dengan bacaan tilawah qur'an yang dibacakan oleh dirinya. Proses ini dimoderatori oleh suami Fulanah. Aku masih saja sibuk mengingat-ingat pertanyaan yang akan aku tanyakan. Sehingga aku tidak begitu fokus pada saat suami Fulanah membuka acara pertemuan ini dan menyampaikan maksudnya. Perkenalan dimulai dari dirinya terlebih dahulu. Setelah itu perkenalan dariku. Apa yang aku sampaikan dan dirinya sampaikan kurang lebih tidak jauh beda dengan apa yang tertulis di CV. Hanya mereview saja. Hingga tiba saatnya sesi tanya jawab dimulai. Pada dasarnya aku memiliki ribuan pertanyaan yang ingin aku sampaikan padanya. Tapi pada akhirnya hanya satu pertanyaan saja yang berhasil diutarakan. Diapun demikian. Dia hanya memberiku satu pertanyaan. Selebihnya kami lebih ke arah diskusi. Abiku sangat mendominasi dalam berbicara pada pertemuan hari itu. Beliau menyampaikan nasihat-nasihatnya pada kami. Alasan aku tidak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan lain mungkin karena didukung ketidaknyamanan posisiku saat itu.

Pukul 08.30 pertemuan ini selesai. Aku dan dia kembali dihadapkan pada pilihan untuk melanjutkan ke tahap berikutnya atau tidak. Dari orang tuaku sudah sangat setuju. Sedangkan aku, aku masih berdasar pada rasa yakin untuk tetap lanjut saja. Rasa tenang dan yakin. Yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Yakin akan melangkah ke tahap berikutnya. Meskipun jutaan pertanyaanku padanya masih turut serta membayangiku. Selang beberapa jam kemudian, dia mengkonfirmasi bahwa dia ingin lanjut ke tahap selanjutnya. Mungkin karena dorongan dari nasihat abiku yang menyampaikan bahwa baiknya proses ini tidak berjalan lama. Semakin cepat, semakin baik. Pikirnya begitu. Kenyataan ini semakin sulit diterima oleh akal sehatku. Aku yang semula sangat menyangkal ta'aruf, tapi saat ini sudah melangkah terlalu jauh dan merasa sebegitu tenang dan yakin saja. Bismillah.

Ditulis oleh Tazkia Izzati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar