Pages

Senin, 30 September 2019

On our wedding day (1)


Bulan Juli tahun 2018 lalu, saya masih disibukkan dengan kegiatan perkuliahan dan riset. Namun siapa sangka, 5 bulan berselang, saya telah duduk di kursi pelaminan bersama seorang perempuan yang akan mendampingi sisa masa hidup saya.

Di hari itu, 30 Desember 2018, saya berikrar suci mengucap kalimat kabul menyambung akad dari Ayahnya dengan tangan yang saling berjabat. Itu menandai pertalian yang sangat kuat antara saya dengannya. Sebuah ikatan yang disebutkan dalam Al-qur'an sebagai "Mitsaqan Ghalizha", sebuah kata yang setara untuk menunjuk ikatan yang sangat kokoh. Bahkan di ayat qur'an ikatan itu disetarakan dengan ikatan perjuangan dakwah para nabi dan rasul.

Janji suci yang saya ikrarkan menandai dimulainya komitmen sakral yang bukan hanya antar manusia yang terlibat, tetapi juga Allah SWT. Sebuah janji menimbulkan konsekuensi lahir dan batin, dunia dan akhirat untuk menjalankan kewajiban saya sebagai suami dan memenuhi haknya sebagai istri.

Sungguh pertemuan ini sama sekali tak pernah saya duga sebelumnya. Seorang yang bahkan sebelumnya tak saya kenal sama sekali, kini akan menjadi pendampingi hidup saya. Proses demi proses saya jalani dengan cepat. Bak semuanya telah dimudahkan saja. Tahap demi tahap pun saya jalani. Hingga urusan-urusan yang tadinya saya pikir akan sulit, ternyata tidak. Seperti halnya saat harus bolak-balik Jepang-Indonesia untuk menjalani tunangan dan pernikahan. Itu semua saya jalani dengan baik dengan izin Allah, melalui jalan kemudahan yang dibentangkan oleh-Nya di depan saya. Hingga sejak saat itu, saya telah resmi menggandeng seorang anak perempuan dan membawanya terbang ke negeri Sakura.


Acara akad dan resepsi pernikahan kami, diselenggarakan di Aula masjid Al-Furqon, Harapan Baru, Kota  Baru, Bekasi, yang hanya berjarak tak sekitar 200 meter dari rumahnya. Sebuah tempat yang akhirnya kami pilih setelah sebelumnya mencoba mencari gedung di sekitaran kota Bekasi yang sesuai dengan budget. Dengan pertimbangan kedekatan dengan rumah istri, akhirnya gedung aula sederhana namun luas dengan masjid di lantai dua menjadi tempat bersejarah kami berdua untuk melangsungkan prosesi sekali seumur hidup.

Dalam mempersiapkan acara pernikahan, kami memilih untuk tak menggunakan wedding organizer. Jadi kami harus menyiapkan segala urusan pernikahan bersama keluarga kerabat terdekat kami. Pemilihan vendor-vendor, semuanya kami lakukan sendiri, dengan saran dan rekomendasi teman dan kerabat. Persiapan menjelang acara banyak kami lakukan berdua. Cukup menantang memang, mengingat kami terpisahkan jauh, dan saya tak bisa membantu langsung di Indonesia. Segala hal macam persiapan banyak dilakukan oleh istri saya. Mulai dari Catering, dekorasi, venue, sound system, Make Up, dan baju, semuanya kami atur sendiri. Saya sendiri lebih banyak memberikan sebatas saran dan usulan, dan desain-desain untuk website, undangan dan aksesoris seserahan.

Namun pasti, persiapan saat hari-H tak bisa kami lakukan sendiri, dan kami butuh orang-orang yang rela membantu kami di hari-H. Sekitar dua bulan sebelumnya, saya meminta tolong beberapa kawan untuk menjadi panitia kecil. Dan mereka bersedia untuk membantu menjadi panitia pernikahan kami dengan sukarela atas dasar pertemanan. Persiapan sebelumnya hanya bisa dilakukan melalui komunikasi via grup Whatsapp tak menghalangi untuk membuat acara berjalan lancar sesuai dengan harapan dan rencana. Hingga, malam sebelum acara adalah waktu yang benar-benar efektif bagi kami untuk mempersiapkan acara keesokan harinya dan memastikan semuanya dengan baik. Sampai mereka hingga rela menginap di venue semalam sebelumnya. I was really appreciating all of your efforts on that day guys!

Sedangkan untuk jalannya rundown acara, kami dibantu banyak oleh sang MC, mas Firas. Sebagian besar konsep jalannya acara kita diskusikan bersamanya. Dan pasti, MC lebih punya banyak pengalaman daripada kami yang baru sekali menyiapkan acara pernikahan.

Semua persiapan kami lakukan dengan prinsip efisiensi dengan keterbatasan sumber daya yang ada, khususnya budget. Namun dengan keterbatasan itu, tak mengurangi sama sekali kualitas dan konsep acara yang kami harapan. Jika acara yang bagus dan sesuai ekspektasi kita bisa diwujudkan dengan dana yang minimal, kenapa harus mahal! Dasar itulah yang membuat kami, memilih vendor dan menyiapkan acara sebisa mungkin sendiri. Seperti halnya saat mempersiapkan seserahan, mahar dan kotak cincin. Sebisa mungkin kami buat sendiri. Agak repot memang, karena kita harus runut, satu demi satu persiapan yang itu cukup banyak dan memusingkan. Belum juga, selain mempersiapkan acara kami sendiri, kami juga harus fokus pada persiapan kami sendiri menjelang hari-H. Jangan sampai karena sibuknya persiapan, kita jadi kelelahan dan bisa jatuh sakit menjelang hari. Jangan sampai terjadi. Dan alhamdulillah keadaan itu tak terjadi pada kami. Keberadaan kawan-kawan, sangat membantu banyak. Kami bisa membagi tugas dengan kawan-kawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar