Pages

Sabtu, 29 September 2018

Kenapa Ta'aruf (2)


Hingga waktu itu datang. Saya diberi jalan oleh Allah untuk menjalankan ta'aruf.
Sempat terbersit pertanyaan: Yakin nih bener-bener ta'aruf? Bagaimana bisa saya menikah dengan seseorang yang (bisa jadi) baru saja saya kenal?


Saat itu, qodarullah Allah menunjukkan jalan lain kepada saya. Tanpa adanya pengharapan sebelumnya, seorang kerabat menanyakan kepada saya akan apakah saya bersedia menjalani ta'aruf. Saat itu saya harus dihadapkan pada salah satu pilihan terbesar dalam hidup saya.
Sebenarnya itu bukan kali pertama. Sebelumnya saya beberapa kali juga ditanya terkait hal itu. Namun saat itu dengan singkat saya langsung menolaknya. Hingga, saya kembali mendapatkan tawaran itu di kondisi yang sangat berbeda dari sebelumnya. Kondisi yang membuat saya tak dengan cepat menolaknya. Saya putuskan untuk mempertimbangkan, dan mengistikhorohkannya terlebih dahulu.



Di titik tersebut, pertimbangan bukan pada apakah saya menerima ta'aruf atau tidak, namun lebih kepada waktu. Pertimbangan waktu adalah hal yang masih saja saya pertimbangkan hingga saat itu. Bahkan kecenderungan untuk menunda saat itu semakin besar. Namun petunjuk Allah saat itu hadir persis di depan saya. Membuat saya kembali berpikir dan mempertimbangkannya dalam-dalam.


Ibu yang menjadi faktor pertimbangan utama saya waktu itu, dengan tak terduganya, mengizinkan tanpa ada keberatan sedikitpun. Padahal Ibu bisa dikatakan masih sangat awam dengan ta'aruf. Pertanyaan yang mungkin saja muncul darinya seperti "Bagaimana bisa menikah kalo kenalannya baru sekarang?", ternyata tak sedikitpun terucap. Justru pertanyaan itu muncul dibenak saya.
Saat itu orang tua khususnya ibu sudah mengiyakan. Dan Allah telah menujukkan petunjuknya melalui kecenderungan hati yang hadir. Akhirnya saat itu saya putuskan untuk mengiyakannya. Dengan menerima tawaran itu, saya telah menguatkan niat untuk menyegerakan itikat baik itu. Tanpa adanya kegalauan lagi akan pertimbangan waktu.


Yang menjadi alasan saya cukup yakin untuk menjalani ta'aruf saat itu adalah keinginan untuk benar-benar membangun keluarga di atas pondasi agama dan nilai-nilai pendidikan bersama orang pilihan Allah sedari awal. Lantas apakah niat itu hanya bisa dijalankan melalui ta'aruf? Dalam konteks saya saat itu, iya. Menurut saya ta'aruf adalah cara terbaik bagi saya untuk memulai pencapaian itu. Saya hanya berharap pilihan itu adalah pilihan yang diridhoinya, sehingga Allah juga meridhoi tujuan saya tersebut.


Bagi saya, untuk mencapai tujuan baik, saya juga harus memulai dan menjalani prosesnya dengan cara yang baik pula. Saya berusaha menghadirkkan motivasi yang lurus dan niatan mendapatkan 'teman hidup' yang juga memiliki tujuan yang sama karena Allah. Dengan saya memilih jalan ini, saya berprasangka baik, bahwa saya akan dipertemukan dengan seseorang yang memiliki agama dan keluarga yang baik, dengan ia sebelumnya juga telah memilih jalan ta'aruf. Itu berarti bahwa kami seharusnya berangkat dari niat dan motivasi yang sama.


“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)


Banyak yang orang bilang dan mengibaratkan "bagaimana bisa kita membeli kucing dalam karung?" Banyak orang yang mungkin tidak setuju karena proses ta'aruf membatasi kita untuk mengenal dan memahami satu sama lain, atau jika ada kesempatan tapi terlalu singkat. Di satu sisi memang ada benarnya. Namun dalam konteks saya pribadi waktu itu, proses ta'aruf saya percayai sebagai cara terbaik. Ta'aruf tidak akan mungkin menghilangkan fungsi pengenalan pribadi dan karakter satu sama lain, yang memang secara bahasa ta'aruf berarti ‘berkenalan’ atau ‘saling mengenal’.


Jika dari awal saya meniatkannya untuk kebaikan sebagai proses ibadah, InsyaAllah akan dimudahkan jalan kedepan. Ketika itu kriteria saya tak muluk-muluk dan mempercayakan sepenuhnya kepada-Nya. Saya yakin Allah jauh lebih mengenal diri saya sendiri, dan tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.


Ditulis oleh Vempi Satriya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar